- See more at: http://blog-rangga.blogspot.com/2013/01/cara-mengganti-icon-kursor-blog-dengan.html#sthash.eLDwJIqo.dpuf



Minggu, 05 Januari 2014

Kastrasi Sapi : Ditentang tapi Diperlukan

Meski isu animal welfare (kesejahteraan hewan) belakangan makin santer didengungkan, dan pendukungnya juga makin bertambah, beberapa negara pengekspor (produsen) sapi bakalan, seperti Australia, tetap melakukan kastrasi pada sapi-sapinya. ?Sekitar 85 ? 90 % sapi jantan asal Australia yang diekspor ke Indonesia dalam keadaan dikastrasi,? Toni M Wibisono, Direktur PT Lembu Jantan Perkasa memberikan keterangan. Toni menyambung, kastrasi bukan atas permintaan importir melainkan kebijakan kastrasi memang diberlakukan di sana. ?Pasar Indonesia sebenarnya justru lebih memilih sapi-sapi yang tidak dikastrasi,? jelas Toni. Fakta di lapangan, penerapan kastrasi pada sapi domestik akan menyebabkan sapi digolongkan ke dalam ternak cacat. Akibatnya, harga ternak akan turun.
Masih menurut Toni, sapi-sapi di Australia biasa dikastrasi pada saat sapi jantan masih dalam masa weaning (penyapihan). Ia mengimbuhkan, dalam manajemen feedlot kastrasi tidak menimbulkan masalah produksi ataupun masalah lain pada sapi.

Untungkan Penggemukan
Latar belakang penerapan kastrasi pada usaha penggemukan ternak adalah untuk mengontrol tingkat pertumbuhan ternak (birth control) dan untuk meningkatkan produktivitas serta efisiensi pertambahan bobot ternak. Prof Nono Ngadiyono, pakar manajemen feedlot Fakultas Peternakan, UGM?Jogjakarta menjelaskan, prinsip kastrasi adalah membuat mandul ternak jantan, sehingga hilang libido seksual dan sifat kelamin sekundernya. Akibatnya, ternak-ternak yang telah dikastrasi cenderung menjadi pemalas.
Nono menambahkan keterangan, mulanya penggemukan sapi dilakukan dengan ternak jantan dan betina dipelihara dalam satu kandang. Faktanya, pejantan-pejantan yang bercampur dengan betina cenderung bersifat agresif karena berusaha menunjukkan sifat dominan dalam kelompok. Akibatnya handling (penanganan) ternak cukup menyusahkan peternak. Cara pemeliharaan kemudian diubah, ternak jantan dipisahkan dengan yang betina. Meski demikian ternak-ternak jantan tetap terpacu libido seksualnya kendati tak ada betina dalam kandangnya.  Fenomena tersebut kemudian mendorong peternak mencoba melakukan usaha penghilangan libido seksual ternak jantan dengan teknik kastrasi atau pengebirian.
Pada usaha penggemukan, ternak pemalas bukanlah suatu hal yang buruk karena akan memiliki konversi pakan menjadi daging (feed convertion ratio) lebih baik dari pada ternak aktif atau tanpa dikastrasi. Nono Ngadiyono menjelaskan bahwa efek tidak langsung dari kastrasi adalah memperbaiki kualitas daging dan penimbunan lemak lebih cepat. Karena itu, daging sapi kastrasi cenderung lebih empuk dibanding daging sapi tanpa kastrasi yang dipelihara dengan pola pemeliharaan yang sama.
Sementara menurut Toni, perbedaan antara sapi kastrasi (steers) dan non kastrasi (bulls) tidak terlalu mencolok kecuali dalam hal perlemakan, sapi-sapi yang tidak dikastrasi cenderung lebih sedikit perlemakan (lean) dibandingkan sapi kastrasi.
Tetapi, yang perlu diperhatikan menurut Nono adalah ternak kastrasi cenderung selektif dalam mengkonsumsi pakan, akibatnya pakan yang diberikan harus berkualitas baik. Untuk peternakan intensif tuntutan penggunaan pakan berkualitas itu bukanlah suatu hal yang memberatkan, terlebih untuk pemberian pakan pada ternak yang memiliki FCR rendah.

Perbaikan Genetik
Selain bertujuan penggemukan dan handling, kastrasi dilakukan untuk menghindari pengawinan betina produktif oleh pejantan berkualitas rendah. Demikian dijelaskan Nono Ngadiyono. Menurutnya, ini sejalan dengan Undang-Undang nomor 6 tahun 1967 pasal 13 tentang tata cara perkembangbiakan, yang menghimbau pelaksanaan kastrasi pada ternak jantan yang kurang baik atau tidak sesuai dengan jurusan produksi di suatu wilayah, di Indonesia. Penerapan kastrasi pada pejantan berkualitas rendah, bertujuan untuk perbaikan genetik dalam jangka panjang. Karena dengan pemandulan pejantan berkualitas rendah, maka kemungkinan besar hanya ternak berkualitas bagus yang bisa melanjutkan keturunan.
Lebih dari itu, krastasi juga memiliki tujuan penyelamatan aset bangsa. Ekspor ternak potensial asli Indonesia ke negara lain, seharusnya dilakukan kastrasi untuk menghindari pencurian plasma nutfah, seperti sapi Bali dan sapi Madura.

Positif dan Negatif
Teknik kastrasi bisa dilakukan dengan dua cara, metode terbuka atau tertutup. Metode terbuka adalah dengan operasi membedah scrotum untuk mengangkat testis (organ penghasil sperma). Sedangkan metode tertutup dilakukan dengan jalan mengikat/memotong saluran sperma, misalnya dengan Burdizzo (tang penjepit) atau dengan cincin elastrator (cincin karet).
Terkait isu animal welfare,Toni  punya pendapat bahwa penerapan kastrasi harus dilihat dari beberapa sudut pandang. Bila tindakan kastrasi dipandang sebagai upaya birth control atau perencanaan populasi, maka tindakan kastrasi akan membawa beberapa dampak positif, pertama mutu sapi bakalan dapat terkontrol, karena keturunan hanya diperoleh dari induk jantan yang berkualitas baik dan bukan sembarang pejantan. Kedua, populasi sapi benar-benar dapat dikontrol dan disesuaikan dengan daya dukung alam terutama persediaan pangan untuk ternak itu sendiri, sehingga tidak terjadi ternak yang kelaparan. Dari sudut ekonomi, menghindarkan terjadinya over supply (suplai berlebih).

Selengkapnya baca di Majalah Trobos edisi Maret 2009

Artikel Terkait

0   komentar

Posting Komentar

Cancel Reply
Agriculture Digest