Sapi gelonggongan adalah sapi yang terlebih dahulu perutnya di isi air sebelum mengalami proses pemotongan/disembelih. Pemasukan air tesebut dapat dilakukan dengan cara memasukkan selang ke mulut sapi sampai kedalaman kira-kira 1,5 meter kedalam perut sapi, kemudian selang tersebut dialiri air. Semua cara ini di lakukan agar sapi beratnya bertambah antara 10 sampai 15 kg. Daging gelonggongan banyak mengandung mikroba, dagingnya juga kemungkinan mengandung hormon adrenalin yang dihasilkan hewan saat sekarat.
Bahaya kontaminasi bakteri yang sering muncul adalah Salmonella dan E. colli. Berikut proses kemungkinan pencemaran bakteri tersebut: pakan, air minum maupun proses sanitasi, dan pada saat penyembelihan sampai jatuh ke tangan konsumen termasuk proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan daging, pembuatan produk daging proses, preservasi, pengepakan, penyimpanan, dan distribusi. Kualitas daging yang dihasilkan dari RPH tersebut tentu sangat rendah, daging gelonggong dapat dikatakan sebagai daging yang tidak halal.
HACCP merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik kendali kriti (Hazard Analysis and Critical Control Point). Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut.
Pada kasus ini konsep HACCP sangat perlu untuk diterapkan, mengingat kasus sapi gelonggongan dapat berdampak negatif pada konsumen. Sehingga dapat di ketahui seberapa besar bahaya yang dapat terjadi serta bagaimana cara untuk menanggulangi hal tersebut.
Identifikasi Bahaya Kesehatan :
Identifikasi bahaya dapat dikelompokkan menjadi, bahaya Biologi atau mikrobiologis, bahaya kimia dan bahaya fisik.
Bahaya Biologi / Mikrobiologi :
Daging gelonggongan mengandung bakteri sebanyak empat kali lipat bila dibandingkan dengan daging sehat. Daging gelonggongan dinyatakan tercemar oleh bakteri Salmonella, Clostridium, Listeria dan E. colli. Bakteri tersebut dapat menyebabkan keracunan dan diare bagi yang menkonsumsinya.
Bahaya Kimia :
Terjadi penurunan protein dari 21,08% pada daging normal menjadi 15,98% pada daging gelonggongan. Susut masak daging juga akan meningkat dari 37,25% pada daging normal menjadi 47% pada daging gelonggongan. Peningkatan tersebut diikuti dengan penurunan kandungan asam laktat dari 6.827,77 ppm pada daging normal menjadi 2.815,891 ppm pada daging gelonggongan. Yang disebabkan ternak yang dipotong dalam keadaan stress sehingga kadar glikogen dalam otot masih tinggi. Daging hasil gelonggongan juga mengandung insektisida, karena air yang digunakan untuk gelonggongan biasanya adalah air kotor atau air sungai, dikhawatirkan tercampur insektisida.
Bahaya Fisik :
Daging gelonggongan akan menjadi pucat kebiruan, lembek, berair, seratnya rapuh dan mudah busuk. Mirip seperti daging PSE (pale, soft and exudates)
1. Manajemen pemeliharaan ternak yang tepat pada peternakan.
2. Sanitasi lingkungan perkandangan dan peralatan yang digunakan.
3. Higienitas pakan dan air minum ternak.
4. Pengawasan pada ternak yang akan di potong.
5. Penanganan limbah pada RPH.
6. Penanganan suhu tinggi pada daging yang akan diolah atau dikonsumsi.
Rekomendasi Langkah Pengawasan
Pengawasan harus dilakukan mulai dari hilir sampai ke hulu, mulai dari peternak hingga ke masyarakat yang diatur dalam aturan yang telah dikeluarkan pemerintah, sehingga meminimalisir celah untuk dapat melakukan pnggelonggongan sapi. Proses pengawasan ini harus dilakukan secara intensif setidaknya dalam kurun waktu satu tahun, baru kemudian pengawasan dapat dikurangi intensitasnya secara berkala. Pengawasan dapat dilakukan mulai dari peternak kemudian pada RPH dan pasar, selain itu masyarakat juga perlu dipahamkan mengenai bahaya daginggelonggongan.
Peternak, melakukan sidak kepada peternakan hewan, sehingga proses penggelonggongan dapat diminimalisisr,
RPH, memusatkan tempat pemotongan hewan atau membuat RPH sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan mudah, yaitu melakukan pemeriksaan ante mortem dan post mortem,
Pasar, melakukan sidak kepada pasar yang menjual daging dan menyita semua daging yang diduga hasil penggelonggongan,
Masyarakat, Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya daging gelonggongan.
Menerapkan SK Menteri Pertanian No. 313/Kpts/TN.310/1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya. SK ini mengatur tata cara pemotongan hewan. Sesungguhnya, bagi anggota masyarakat yang dengan sengaja telah melakukan perbuatan memotong ternak sapi secara glonggongan, maka kepadanya dapat diancam Pasal 302 KUHP tentang Penganiayaan Hewan, yaitu dikenai tiga bulan penjara,
0 komentar
Posting Komentar