Perubahan iklim telah menjadi masalah bagi seluruh umat manusia saat ini. Bagaimana tidak, perubahan iklim telah menyebabkan banyak negara di dunia mengalami bencana yang tidak disangka-sangka. Pemanasan global sebagai salah satu penyebab perubahan iklim mengakibatkan naiknya suhu udara dan menyebabkan berbagai persoalan yang diakibatkan tidak seimbangnya alam. Angin topan, hujan secara terus-menerus sehingga mengakibatkan banjir, naiknya permukaan air laut adalah sebagian dampak dari pemanasan global.
Diantara sekian banyak jenis pencemar udara, yang membahayakan salah satunya adalah gas metana (CH4). Gas ini merupakan salah satu gas penyebab terjadinya efek rumah kaca dan dapat menimbulkan bahaya langsung. Gas ini umumnya dihasilkan sebagai produk samping dari peristiwa metanogenesis yang dilakukan oleh bakteri-bakteri metanogenesis. Kebanyakan gas metana dihasilkan dari kotoran-kotoran yang berasal dari hewan karena kotoran-kotoran tersebut adalah medium yang cocok untuk bakteri-bakteri metanogenesis. Bakteri-bakteri tersebut memanfaatkan sisa-sisa karbohidrat, protein dan lemak yang ada pada kotoran secara anaerobik untuk tumbuh dan berkembang. Melalui peristiwa metanogenesis, bakteri-bakteri tersebut berhasil membentuk makanannya sendiri dan menghasilkan gas metana sebagai produk samping. Dengan bertambahnya penduduk manusia dan meningkatnya jumlah konsumsi daging ternak, maka bertambahlah produksi gas metana yang dihasilkan, sehingga semakin banyak gas metana yang dilepaskan semakin besar resiko terjadinya pemanasan global.
Akan tetapi, akhir-akhir ini gas metana banyak dimanfaatkan oleh manusia. Karena sifatnya yang mudah terbakar, gas metana dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Oleh manusia, gas metana yang dihasilkan dari peristiwa metanogenesis dengan sengaja ditangkap dan dikumpulkan. Hal ini dilakukan selain mengurangi efek rumah kaca juga diperoleh manfaat yaitu sumber energi alternatif.
Secara global, usaha peternakan merupakan sumber gas metana terbesar yang bersumber dari kegiatan manusia, sedangkan di Amerika merupakan sumber terbesar ketiga. Pada usaha peternakan ini, emisi gas metana ke atmosfir dapat terjadi dalam dua cara. Cara pertama yang disebut “enteric fermentation” yang terjadi dalam perut binatang ternak memamah biak seperti sapi, domba dan kambing. Pada saat binatang-binatang ini melakukan pencernakan terbentuklah gas metana dalam jumlah yang cukup banyak. Cara yang kedua adalah melalui kotoran dari binatang-binatang tersebut. Kotoran binatang tersebut mengandung banyak bahan-bahan organik. Apabila bahan organik tersebut terdekomposisi dalam suasana anaerob maka akan menghasilkan gas metana. Sebenarnya dengan manajemen yang baik emisi gas metana ke atmosfir dari usaha peternakan ini dapat dikurangi atau bahkan gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya didalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya.
Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta mengurangi efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif dapat mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga ekosistem hutan terjaga. Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.
Keuntungan penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas sebagai berikut :
Diantara sekian banyak jenis pencemar udara, yang membahayakan salah satunya adalah gas metana (CH4). Gas ini merupakan salah satu gas penyebab terjadinya efek rumah kaca dan dapat menimbulkan bahaya langsung. Gas ini umumnya dihasilkan sebagai produk samping dari peristiwa metanogenesis yang dilakukan oleh bakteri-bakteri metanogenesis. Kebanyakan gas metana dihasilkan dari kotoran-kotoran yang berasal dari hewan karena kotoran-kotoran tersebut adalah medium yang cocok untuk bakteri-bakteri metanogenesis. Bakteri-bakteri tersebut memanfaatkan sisa-sisa karbohidrat, protein dan lemak yang ada pada kotoran secara anaerobik untuk tumbuh dan berkembang. Melalui peristiwa metanogenesis, bakteri-bakteri tersebut berhasil membentuk makanannya sendiri dan menghasilkan gas metana sebagai produk samping. Dengan bertambahnya penduduk manusia dan meningkatnya jumlah konsumsi daging ternak, maka bertambahlah produksi gas metana yang dihasilkan, sehingga semakin banyak gas metana yang dilepaskan semakin besar resiko terjadinya pemanasan global.
Akan tetapi, akhir-akhir ini gas metana banyak dimanfaatkan oleh manusia. Karena sifatnya yang mudah terbakar, gas metana dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Oleh manusia, gas metana yang dihasilkan dari peristiwa metanogenesis dengan sengaja ditangkap dan dikumpulkan. Hal ini dilakukan selain mengurangi efek rumah kaca juga diperoleh manfaat yaitu sumber energi alternatif.
Secara global, usaha peternakan merupakan sumber gas metana terbesar yang bersumber dari kegiatan manusia, sedangkan di Amerika merupakan sumber terbesar ketiga. Pada usaha peternakan ini, emisi gas metana ke atmosfir dapat terjadi dalam dua cara. Cara pertama yang disebut “enteric fermentation” yang terjadi dalam perut binatang ternak memamah biak seperti sapi, domba dan kambing. Pada saat binatang-binatang ini melakukan pencernakan terbentuklah gas metana dalam jumlah yang cukup banyak. Cara yang kedua adalah melalui kotoran dari binatang-binatang tersebut. Kotoran binatang tersebut mengandung banyak bahan-bahan organik. Apabila bahan organik tersebut terdekomposisi dalam suasana anaerob maka akan menghasilkan gas metana. Sebenarnya dengan manajemen yang baik emisi gas metana ke atmosfir dari usaha peternakan ini dapat dikurangi atau bahkan gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya didalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya.
Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta mengurangi efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif dapat mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga ekosistem hutan terjaga. Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.
Keuntungan penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas sebagai berikut :
- Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran udara (bau).
- Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk keperluan rumah tangga.
- Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi kegiatan rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan peternak.
- Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang masih belum memiliki akses listrik.
Pengolahan limbah peternakan sapi menjadi biogas pada prinsipnya menggunakan metode dan peralatan yang sama dengan pengolahan biogas dari biomassa yang lain. Adapun alat penghasil biogas secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan. Tetapi, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman.
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:
- Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).
- Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
- Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.
Cara Pengolahan Biogas seperti berikut ini:
- Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan biogas).
- Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet) hingga bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit yang keluar melalui lubang pengeluaran (outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di dalam digester.
- Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah cukup banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan plastik, penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat dioperasikan.
- Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.
Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi biogas yaitu:
- Ketersediaan ternak
- Kepemilikan Ternak
- Pola Pemeliharaan Ternak
- Ketersediaan Lahan
- Tenaga Kerja
- Manajemen Limbah/Kotoran
- Kebutuhan Energi
- Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
- Pengelolaan Hasil Samping Biogas
- Sarana Pendukung
0 komentar
Posting Komentar